gambar

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOG SAKA WIRA KARTIKA KANDANGAN

Selasa, 21 Agustus 2012

Bapak Pramuka Indonesia.





Sri Sultan HB. IX, Sang Bangsawan yang Demokratis

ImageSri Sultan Hamengkubuwono IX ( Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988 ) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakartadan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau kita kenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Biografi
Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda,  disinilah beliau sering mendapat panggilan “SultanHenkie”.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya. Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang menguntungkan dihapusnya dan dengan alternatif budaya baru HB IX menghapusnya.

Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan substansi sendiri sejauh itu perlu dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya yang luas mempu menemukan terobosan baru untuk memulihkan kejayaan kerajaan Yogyakarta. Bila dalam masa kejayaan Mataram pernah berhasil mengembangkan konsep politik keagungbinataraan yaitu bahwa kekuasaan raja adalah agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana ambeg adil para marta (besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama), maka HB IX dengan wawasan barunya menunjukkan bahwa raja bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa laksana.

Menentang penjajahan dan mendorong kemerdekaan Indonesia.

Wawasan kebangsaan HB IX juga terlihat dari sikap tegasnya yang mendukung Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Segera setelah Proklamasi RI ia mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung pemerintahan RI. Ketika Jakarta sebagai ibukota RI mengalami situasi gawat, HB IX tidak keberatan ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Begitu juga ketika ibukota RI diduduki musuh, ia bukan saja tidak mau menerima bujukan Belanda untuk berpihak pada mereka, namun juga mengambil inisatif yang sebenarnya dapat membahayakan dirinya, termasuk mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di kompleks keraton pada serangan oemoem 1 Maret 1949. Jelaslah bahwa ia seorang raja yang republiken. Setelah bergabung dengan RI, HB IX terjun dalam dunia politik nasional.

Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.Berikut jabatan yang pernah di embannya :
a.      Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)
b.      Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
c.      Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November 1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948)
d.      Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
e.      Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
f.       Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950)
g.      Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951)
h.      Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
i.       Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
j.       Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
k.      Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
l.       Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
m.    Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963)
n.      Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
o.      Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
p.      Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
q.      Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
r.       Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968)
s.      Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)

Bapak Pramuka Indonesia.
ImageSemangat menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno lantas berkoordinasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada 20 Mei 1961 terbitlah Keppres No 238 / 1961, yang  melebur seluruh organisasi kepanduan pada satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka diperkenalkan pada tanggal 14 Agustus 1961, dengan penyerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan HB IX,  yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pramuka.

Gerakan Pramuka memang lahir dari berbagai organisasi kepanduan yang tersebar di Tanah Air. Dalam masa peralihan itu peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat besar hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan Gerakan Pramuka di tingkat nasional, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama 4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.
Kiprah Sri Sultan Hamengku Buwono dalam pembinaan Gerakan Pramuka tidak hanya di dalam negeri. Konsep-konsep pemikiran beliau tentang kepanduan atau Gerakan Pramuka mendapat sambutan yang luar biasa. Salah satunya pidato Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Konferensi Kepramukaan Se dunia tahun 1971, mendapat sambutan yang luas. Ketika itu, Sultan mengajak organisasi kepanduan terlibat dalam pembangunan masyarakat. Alhasil, pidato itu menjadi arah baru pembinaan kepanduan di seluruh dunia.
Atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi kepramukaan internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award pada tahun 1974, penghargaan tertinggi World Organization of the Scout Movement. Sri Sultan merupakan warganegara Indonensia yang pertama yang memperoleh penghargaan itu. Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan dari Boy Scouts of America berupa Silver World Award.
Di dalam negeri, melalui Surat Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1988 di Dili, Timor Timur nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka, mengukuhkan almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Bapak Pramuka. Gerakan Pramuka juga memberi penghargaan tertinggi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX berupa Lencana Tunas kencana. Penghargaan tersebut juga diterima oleh Presiden ke-2 Republik Indonesia, almarhum H.M. Soeharto.

Sebagai Wakil Presiden.
Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

Kompas

Image






Kompas adalah alat bantu untuk menentukan arah mata angin. Bagian-bagian kompas yang penting antara lain :
                1. Dial, yaitu permukaan di mana tertera angka dan huruf seperti pada permukaan jam.
                2. Visir, yaitu pembidik sasaran
                3. Kaca Pembesar, untuk pembacaan pada angka
                4. Jarum penunjuk
                5. Tutup dial dengan dua garis bersudut 45
                6. Alat penggantung, dapat juga digunakan sebagai penyangkut ibu jari untuk menopang kompas pada saat membidik.
Angka-angka yang ada di kompas dan istilahnya

                North                       =              Utara                       =              0
                North East               =              Timur Laut               =              45
                East                         =              Timur                       =              90
                South East              =              Tenggara                  =              135
                South                       =              Selatan                     =              180
                South West              =              Barat Daya               =              225
                West                        =              Barat                        =              270
                North West              =              Barat Laut                 =              325

Cara Menggunakan Kompas
1.  Letakkan kompas anda di atas permukaan yang datar. setelah jarum kompas tidak bergerak lagi, maka jarum tersebut menunjuk ke arah utara magnet.
2.   Bidik sasaran melalui visir dengan kaca pembesar. Miringkan sedikit letak kaca pembesar, kira-kira 50  di mana   berfungsi untuk membidik ke arah visir dan mengintai angka pada dial.3.   Apabila visir diragukan karena kurang jelas dilihat dari kaca pembesar, luruskan saja garis yang terdapat pada tutup dial ke arah visir, searah dengan sasaran bidik agar mudah dilihat melalui kaca pembesar

Ditulis Oleh : Kakak Drs. Ringsung Suratno, M.Pd
 Sumber : www. Pramuka net

Jumat, 22 Juni 2012

Biografi Cut Nyak Dhien


Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848, seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh, Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.

Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:

"Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?"

Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.

J.B. van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.




Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.


Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk

mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya. Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.

Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.

Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:

 Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid

Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulitnya memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.

Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Dhien dipindah ke Sumedang berdasari orang terakhir yang melindungi Dien sampai kematiannya. Namun, Cut Nyak Dhien memiliki penyakit rabun, sehingga ia tertangkap. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda. Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.


Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
 

Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan. Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu". Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Cut_Nyak_Dhien
Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap 
www.kolom-biografi.blogspot.com

BIOGRAFI Jendral Abdul Haris Nasution




Jendral Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918, Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadat. Ia tak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi. Kalau ada jenderal yang mengalami kesulitan air bersih sehari-hari di rumahnya, Pak Nas orangnya. Tangan-tangan terselubung memutus aliran air PAM ke rumahnya, tak lama setelah Pak Nas pensiun dari militer. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, keluarga Pak Nas terpaksa membuat sumur di belakang rumah. Sumur itu masih ada sampai sekarang.

Memang tragis. Pak Nas pernah bertahun-tahun dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik pemerintah Orba. Padahal Pak Nas sendiri menjadi tonggak lahirnya Orba. Ia sendiri hampir jadi korban pasukan pemberontak yang dipimpin Kolonel Latief. Pak Nas-lah yang memimpin sidang istimewa MPRS yang memberhentikan Bung Karno dari jabatan presiden, tahun 1967.

Pak Nas, di usia tuanya, dua kali meneteskan air mata. Pertama, ketika melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi awal Oktober 1965. Kedua, ketika menerima pengurus pimpinan KNPI yang datang ke rumahnya berkenaan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI, Antara Hujatan dan Harapan.

Apakah yang membuatnya meneteskan air mata? Sebagai penggagas Dwi Fungsi ABRI, Pak Nas ikut merasa bersalah, konsepnya dihujat karena peran ganda militer selama Orba yang sangat represif dan eksesif. Peran tentara menyimpang dari konsep dasar, lebih menjadi pembela penguasa ketimbang rakyat.

Pak Nas memang salah seorang penandatangan Petisi 50, musuh nomor wahid penguasa Orba. Namun sebagai penebus dosa, Presiden Soeharto, selain untuk dirinya sendiri, memberi gelar Jenderal Besar kepada Pak Nas menjelang akhir hayatnya. Meski pernah “dimusuhi” penguasa Orba, Pak Nas tidak menyangkal peran Pak Harto memimpin pasukan Wehrkreise melancarkan Serangan Umum ke Yogyakarta, 1 Maret 1949.

Pak Nas dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya
melawan kolonialisme Belanda. Tentang berbagai gagasan dan konsep perang gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, jadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS). Dan, Pak Nas tak pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi. Soalnya, praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar.

Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma, ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun.

Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Pak Nas telah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, sedang dalam persiapan. Masih ada beberapa bukunya yang terbit sebelumnya, seperti Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid).

Ia dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di kampung halaman mereka di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan Prancis.

Selepas
AMS-B (SMA Paspal) 1938, Pak Nas sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tetapi kemudian ia tertarik masuk Akademi Militer, terhenti karena invasi Jepang, 1942. Sebagai taruna, ia menarik pelajaran berharga dari kekalahan Tentara Kerajaan Belanda yang cukup memalukan. Di situlah muncul keyakinannya bahwa tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.

Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran kedua. Rakyat mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Mtode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).
Pak Nas muda jatuh cinta pada Johana Sunarti, putri kedua R.P. Gondokusumo, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak muda, Pak Nas gemar bermain tenis. Pasangan itu berkenalan dan jatuh cinta di lapangan tenis (Bandung) sebelum menjalin ikatan pernikahan. Pasangan ini dikaruniai dua putri (seorang terbunuh).

Pengagum Bung Karno di masa muda, setelah masuk di jajaran TNI, Pak Nas acapkali akur dan tidak akur dengan presiden pertama itu. Pak Nas menganggap Bung Karno campur tangan dan memihak ketika terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat tahun 1952. Ia berada di balik ”Peristiwa 17 Oktober”, yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukan DPR baru. Bung Karno memberhentikannya sebagai KSAD.

Bung Karno akur lagi dengan Pak Nas, lantas mengangkatnya kembali sebagai KSAD tahun 1955. Ia diangkat setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas dipercaya Bung Karno sebagai co-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya tidak akur lagi usai pembebasan Irian Barat lantaran sikap politik Bung Karno yang memberi angin kepada PKI.

Namun, dalam situasi seperti itu Pak Nas tetap berusaha jujur kepada sejarah dan hati nuraninya. Bung Karno tetap diakuinya sebagai pemimpin besar. Suatu hari tahun 1960, Pak Nas menjawab pertanyaan seorang wartawan Amerika, ”Bung Karno sudah dalam penjara untuk kemerdekaan Indonesia, sebelum saya faham perjuangan kemerdekaan”.?

Gaya hidup bersahaja dibawa Jenderal Besar A.H. Nasution sampai akhir hayatnya, 6 September 2000. Ia tak mewariskan kekayaan materi pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman perjuangan dan idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, tak pernah direnovasi. Namun Tuhan memberkatinya umur panjang, 82 tahun.

Biodata Jendral Abdul Haris Nasution

Nama: Abdul Haris Nasution
Pangkat: Jenderal Bintang Lima
Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Meninggal: Jakarta, 6 September 2000
Agama : Islam
Istri: Ny Johanna Sunarti

Pendidikan :
= HIS, Yogyakarta (1932)
= HIK, Yogyakarta (1935)
= AMS Bagian B, Jakarta (1938)
= Akademi Militer, Bandung (1942)
= Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
= Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
= Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962)
= Universitas Mindanao, Filipina (1971)

Karir :
= Guru di Bengkulu (1938)
= Guru di Palembang (1939-1940)
= Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
= Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
= Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
= Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
= Panglima Komando Jawa (1948-1949)
= KSAD (1949-1952)
= KSAD (1955-1962)
= Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
= Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
= Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963)
= Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1965)
= Ketua MPRS (1966-1972)

Alamat Rumah :
Jalan Teuku Umar 40, Jakarta Pusat Telp: 349080

Referensi :

- http://saktinasution.wordpress.com/2010/01/05/biografi-jenderal-besar-abdul-haris-nasution/

Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap www.kolom-biografi.blogspot.co